TEMPAT KAMI MELAPORKAN


Terjemahkan halaman dengan Google

Artikel Publication logo Oktober 11, 2023

Ke Dapur Warga untuk Merasakan Pangan Lokal

Negara:

Penulis:
cars and trucks in a rainforest
Inggris

The diversity of food sources and culture which is the foundation of a sustainable local food system...

author #1 image author #2 image
Berbagai penulis
SECTIONS
Warga sepulang dari gereja mampir membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional di Desa Hoelea, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2023).
Warga sepulang dari gereja mampir membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional di Desa Hoelea, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2023). Foto oleh Agus Susanto/Kompas. Indonesia, 2023.

Tak ada warung yang menjajakan pangan lokal di Lembata. Untuk merasakan ragam pangan lokal, kami harus belanja bahan di pasar hingga bertamu ke dapur warga.

Pasar-pasar tradisional di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, berlimpah dengan ikan laut, sayur, jagung titi, dan umbi-umbian. Namun, tak ada warung yang menjajakan aneka pangan lokal nonberas di pulau ini. Untuk merasakan ragam pangan lokal itu, kami pun belanja bahan di pasar hingga bertamu ke dapur warga.

Seperti di pulau-pulau lain di Nusa Tenggara Timur, tak mudah mencari warung makan yang menjual ragam pangan lokal di Pulau Lembata. Salah satu warung paling ramai di Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata, menjajakan ragam makanan seperti yang biasanya dijual di warung tegal. Warung lainnya menjajakan aneka masakan padang.

”Susah cari warung makan yang menjual pangan lokal di sini. Kalau mau makan pangan lokal harus masak sendiri,” kata Abdul Ghafur Sarabiti, pegiat budaya, di Lembata, staf honorer Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Mengikuti saran Ghafur, kami pun berbelanja ke Pasar Senja TPI Lewoleba. Kamis (10/8/2023) sore itu, pasar tersebut ramai dengan pengunjung.

Aneka ikan segar dijajakan dengan harga relatif murah. Misalnya, seekor tuna ukuran sekitar 5 kilogram hanya ditawarkan Rp 50.000. Sementara tiga ikan kuwe (Charanx ignobilis) masing-masing memiliki lebar hampir dua telapak tangan dijual Rp 100.000. Dan setumpuk ikan cumi Rp 50.000.

”Harganya termasuk mahal sebenarnya karena terang bulan, ikan agak jarang. Kalau lagi banyak ikan, harganya bisa lebih murah lagi,” kata Ghafur.

Pedagang ikan menunggu pembeli di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Pasar yang berada di pinggir pantai tersebut hanya buka mulai sore hari. Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut.
Pedagang ikan menunggu pembeli di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Pasar yang berada di pinggir pantai tersebut hanya buka mulai sore hari. Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut. Foto oleh Agus Susanto/Kompas. Indonesia, 2023.

Sekalipun demikian, harga ikan-ikan itu tergolong sangat murah untuk ukuran Jakarta. Apalagi, ikan-ikan itu sangat segar. ”Ikan ini belum sepenuhnya mati, baru pingsan. Lihat matanya masih menangis,” kata perempuan penjual ikan.

Ikan laut yang dijajakan para pedagang sore itu baru ditangkap nelayan dan langsung dibawa ke pasar itu.

Setidaknya, ikan itu baru mati dan belum merasakan dingin es. Bermodal Rp 200.000, kami bisa membawa pulang sekantong besar ikan segar.

Dari pedagang ikan, kami berpindah ke pedagang sayur, yang juga menjual aneka umbi-umbian sejenis uwi dan gembili atau Dioscorea dan keladi (Araceae). Dengan Rp 20.000, kami mendapatkan dua tumpuk umbi-umbian itu. Tambah Rp 30.000, kami sudah membawa pulang aneka sayur segar dan bumbu-bumbu yang diperlukan.


Sebagai organisasi jurnalisme nirlaba, kami mengandalkan dukungan Anda untuk mendanai liputan isu-isu yang kurang diberitakan di seluruh dunia. Berdonasi sesuai kemampuan Anda hari ini, jadilah Pulitzer Center Champion dan dapatkan manfaat eksklusif!


Berikutnya, di pinggir jalan dekat pintu keluar Pasar Senja, kami membeli jagung titi dari ibu-ibu. Satu ember kecil jagung titi siap makan dijual Rp 50.000. Jagung titi, yang merupakan jagung pipil yang disangrai dan kemudian dipipihkan dengan batu, adalah menu pokok masyarakat Adonara hingga Lembata.

Bermacam biji-bijian dijual di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut.
Bermacam biji-bijian dijual di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut. Foto oleh Agus Susanto/Kompas. Indonesia, 2023.

Di penginapan, Wisma Taman Daun yang asri di pinggiran Lewoleba, kami segera menyiapkan makanan itu. Pemilik penginapan, John SJ Batafor, pemuda lokal, memberi izin kepada kami untuk memanfaatkan halaman belakang wismanya untuk memasak.

Ikan-ikan segera kami bersihkan dan dibakar di atas bara, dengan olesan minyak kelapa. Sementara cumi dimasak dengan parutan kelapa muda dan cabai. Harumnya menggugah selera. Sebagian umbi-umbian itu kami bakar di atas bara, sebagian lagi direbus.

Malam itu, tak ada nasi beras. Namun, dengan modal sekitar Rp 300.000, kami bisa mengenyangkan perut sepuluh orang, termasuk para tamu di Wisma Taman Daun.

Ikan balelang

Dari Lewoleba, kami kemudian menyusuri Pulau Lembata ke timur, ke Desa Lamalera. Desa ini dikenal karena tradisi berburu paus secara tradisional. Kami tiba di Pantai Lamalera tengah hari.

Pantai tersebut serupa kuburan paus. Sisa-sisa kerangka paus, selain lumba-lumba, teronggok di pasir dan bebatuan pantai. ”Bulan lalu, saat kemari, ada yang dapat paus dua ekor. Ramai orang datang. Di atas batu itu dagingnya dipotong-potong, hingga pantai merah oleh darah,” tutur Ghafur.

Ragam pangan non-beras yang kami olah dari Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata,
Ragam pangan non-beras yang kami olah dari Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata. Foto oleh Ahmad Arif. Indonesia, 2023.

Tak berselang lama, satu perahu menepi. Beberapa orang, yang telah menunggu perahu kayu itu segera datang menyambut. Orang-orang mengeluarkan potongan daging ikan berwarna putih kemerahan. Para nelayan Lamalera ini baru mendapatkan ikan mola-mola atau sunfish, yang berarti ikan matahari.

Nama ikan matahari ini diberikan karena kegemarannya berjemur. Sekalipun biasa hidup di kedalaman hingga ratusan meter, ikan ini kerap naik hingga dekat ke permukaan untuk berjemur sembari tiduran.

Sementara itu, mola-mola dari bahasa Latin, “millstone”, yang artinya batu gerinda. Julukan ini diberikan karena bentuk tubuhnya yang menyerupai batu dengan warna abu-abu. Teksturnya kasar dan bentuk badannya bulat dengan panjang bisa sekitar 3 meter dan berat rata-rata 2 ton hingga 5 ton.

Dagingnya yang banyak dan kegemarannya untuk naik ke permukaan untuk berjemur menjadikan mola-mola sebagai salah satu target perburuan nelayan Lamalera. Sebagaimana perburuan paus dan lumba-lumba atau pari manta, perburuan mola-mola kerap memicu kontroversi.

Bagi para pegiat lingkungan, perburuan ini dianggap mengancam keberlangsungan hidup fauna laut yang populasinya kini terancam dan dilindungi. Di sisi lain, perburuan ini telah menjadi sumber hidup masyarakat Lamalera. Tak hanya sebagai sumber ekonomi, perburuan fauna-fauna laut besar ini juga bagian dari budaya, ditandai dengan ritual selama musim perburuan.

Nelayan dari Desa Lamalera A, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menurunkan potongan ikan mola-mola (sunfish), Jumat (11/8/2023). .
Nelayan dari Desa Lamalera A, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menurunkan potongan ikan mola-mola (sunfish), Jumat (11/8/2023). Foto oleh Ahmad Arif. Indonesia, 2023.

”Laut adalah satu-satunya sumber hidup kami karena orang Lamalera tidak bisa bercocok tanam. Di sekililing desa kami hanya tanah kering dan batu,” kata Vincencius Laba Sulang (52), nelayan pemburu paus dari Lamalera.

Sore itu, Vincencius bersantai di teras terbuka di belakang rumahnya yang berada persis di tempat parkir perahu. Dari belakang rumahnya itu, laut lepas terlihat jelas. ”Dari sini biasa saya mengamati kemunculan paus,” ucapnya.

Di atas jemuran bambu, terlihat potongan daging ikan yang dijemur hingga berwarna coklat kehitaman. ”Itu balelang dari pari, makanan khas orang Lembata,” kata Feronika.

Ikan balelang atau ikan gelang, karena bentuknya yang melingkar mirip gelang, merupakan ikan kering khas Lembata dan sekitarnya. Selain pari, daging paus hingga lumba-lumba juga kerap dijadikan balelang.

Untuk membuat ikan kering ini, para nelayan cukup mencuci daging pari segar dengan air laut dan menjemurnya dalam terik matahari, tanpa tambahan garam lagi. Saat kering, daging-daging ikan pari ini menjadi sangat keras dan tahan disimpan hingga bertahun-tahun. ”Untuk memasaknya harus dibakar di atas api. Rasanya enak sekali," kata Feronika.

Kami tergoda dengan kisah Feronika, tetapi sebagaimana di Lewoleba, tak ada juga warung yang menjajakan pangan lokal di Lamalera. Tempat penginapan kami hanya menyajikan beras putih dengan sayur yang dimasak khas Jawa. Maklum, ibu pemilik penginapan ini berasal dari Jawa Tengah, yang menikah dengan lelaki Lembata.

Pedagang ikan menata dagangannya di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Pasar yang berada di pinggir pantai tersebut hanya buka mulai sore hari. Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut.
Pedagang ikan menata dagangannya di Pasar Senja TPI Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/8/2023). Pasar yang berada di pinggir pantai tersebut hanya buka mulai sore hari. Bermacam sayuran dan hasil laut melimpah dengan harga terjangkau tersedia di pasar tersebut. Foto oleh Agus Susanto/Kompas. Indonesia, 2023.

Kami kemudian membeli beberapa ikan balelang itu dari Vincencius dan meminta istrinya untuk menunjukkan cara mengolahnya. Feronika kemudian membakar potongan ikan-ikan balelang ke dalam tungku kayu.

Begitu balelang diangkat dari tungku pembakaran, Feronika segera menumbuknya dengan batu. Daging balelang yang berserat itu pun menjadi lunak. Berikutnya, ikan disuwir-suwir hingga tipis dan disimpan di dalam stoples. Untuk menambah aroma, kemudian ditambahkan minyak goreng kelapa. ”Saya biasa mengirim balelang yang sudah disuwir-suwir ini ke anak yang sekolah di Jawa,” ujarnya.

Balelang suwir sebenarnya bisa disantap langsung. Rasanya gurih dengan tekstur mirip abon sapi. Namun, balelang suwir ini juga bisa ditumis. ”Ditambah cabai dan tomat lebih enak lagi,” katanya.

Selain dengan balelang suwir, Feronika juga menjamu kami dengan sayur bening daun kelor. ”Kelor panas paling cocok dengan jagung titi,” ujarnya.

Segera saja, kuah panas daun kelor itu kami siramkan ke jagung titi yang kami bawa dari Lewoleba. Kuah panas itu pun melembutkan jagung titi. Kombinasi jagung titi kuah kelor yang cenderung tawar dengan ikan balelang yang beraroma kuat itu terasa saling melengkapi.

RELATED CONTENT