TEMPAT KAMI MELAPORKAN


Artikel Publication logo Juli 4, 2022

Sawit Datang Kelapa Terancam

Negara:

Penulis:
Two men carry palm oil into a truck.
Inggris

This project will show the impact of palm oil investment on the environment and the habitat of...

SECTIONS

Perkebunan sawit di Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Foto oleh Budi Nurgianto/Barta1. Indonesia, 2022.

Kehadiran perkebunan sawit di Gane, Halmahera Selatan mengancam perkebunan kelapa yang digarap warga selama setengah abad. Kehadiran sawit bahkan mengubah sosial ekonomi masyarakat lokal. Banyak warga yang memilih menjadi buruh perkebunan sawit ketimbang petani kelapa. Berikut ini adalah liputan Budi Nurgianto di Halmahera.

Abubakar (56), warga Desa Gane Dalam, Kecamatan Gane Timur Selatan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, terlihat sibuk mengasah sebilah parang di teras depan rumahnya, pada Rabu 05 Januari 2022. Di samping kiri secangkir kopi hangat dan sebungkus rokok menemaninya bekerja. Sesekali memanggil istrinya yang sedang sibuk menyiapkan bekal dan keperluannya di kebun.

Abubakar ingin sesegera mungkin bergegas menuju kebun kelapanya yang tak jauh dari perkampungan. Meski hujan gerimis mengguyur desa sejak subuh, ia bersikeras ingin secepatnya ke kebun untuk menuntaskan beberapa pekerjaan memanen buah kelapa.

“Saya harus cepat sampai di kebun sebelum siang. Masih ada sepuluh pohon kelapa yang belum saya panjat. Kalau ditunda saya khawatir tidak bisa dipanen,” kata Abubakar kepada Barta, 05 Januari 2022.


Sebagai organisasi jurnalisme nirlaba, kami mengandalkan dukungan Anda untuk mendanai liputan isu-isu yang kurang diberitakan di seluruh dunia. Berdonasi sesuai kemampuan Anda hari ini, jadilah Pulitzer Center Champion dan dapatkan manfaat eksklusif!


Abubakar merupakan satu dari puluhan petani kelapa di Desa Gane Dalam, Halmahera Selatan, Maluku Utara yang masih rutin merawat dan membersihkan kebun kelapa. Saban hari, ia selalu memanjat dan memanen buah kelapa tua untuk dibuat menjadi kopra. Ada satu hektar kebun kelapa milik Abubakar yang di panen setiap enam bulan. Sekali panen, ia bisa mendapatkan 2 ton kopra dengan harga jual Rp 3-5 ribu per kilogramnya.

Desa Gane Dalam berada di dalam Teluk Gane. Permukimannya menghadap teluk. Di seberangnya, terdapat hamparan rapat bakau, hutan, dan lahan perkebunan warga. Desa ini merupakan satu dari 270 desa yang ada di Halmahera Selatan,Maluku Utara. Dikenal sebagai penghasil kopra. Letaknya berada di sisi Selatan pulau Halmahera.

Desa Gane Dalam masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Gane Barat Selatan dan memiliki jumlah penduduk mencapai 1.343 orang. Mayoritas merupakan petani dan nelayan. Ada delapan desa di kecamatan ini, yaitu desa Gane Dalam, Awis, Jibubu, Pasipalele, Tawa, Papaceda, Yamli, dan Sekli. Desa Gane Dalam .

Untuk bisa mencapai Desa Gane Dalam, ada dua jalur yang bisa ditempuh. Rute pertama, dari Ternate, menggunakan jalur laut dengan kapal menuju pelabuhan Bacan dengan jarak tempuh 12 jam. Sesampainya di pelabuhan Bacan, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan speed boat selama satu jam menuju Desa Gane Dalam, ibu kota Kecamatan Gane Barat Selatan.

Rute kedua melalui jalur lintas Halmahera. Dari Ternate membutuhkan waktu 8 jam perjalanan yang dimulai dengan menyeberangi laut menggunakan speed boat menuju Sofifi, ibu kota Provinsi Maluku Utara. Perjalanan lalu dilanjutkan dengan mobil menuju Kota Weda, Halmahera Tengah, dan diteruskan dengan mengambil rute Saketa, Kecamatan Gane Timur, Halmahera Selatan. Perjalanan dengan rute ini akan melalui jalan yang belum mulus teraspal. Jika turun hujan deras, sungai bisa meluap dan jalanan akan menjadi berlumpur. Perjalanan terpaksa dilanjutkan dengan menggunakan perahu atau ojek motor dengan menyisir pantai.

Rutinitas yang dilakukan Abubakar sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan sebagian besar warga Desa Gane Dalam hampir setiap hari. Warga desa ini selalu beraktivitas di kebun dan lebih dari setengah abad menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan. Kelapa sudah dianggap sebagai sumber kehidupan warga desa.

Hasil dari kelapa banyak digunakan warga desa untuk biaya anak sekolah ataupun pergi haji. Pendapatan dari hasil perkebunan kelapa bahkan digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah setiap bulannya.Ada ratusan hektar kebun kelapa yang dikelola warga desa Gane Dalam secara mandiri. Beberapa lahan kosong, bahkan dimanfaatkan warga desa dengan menanaminya dengan tanaman hortikultura seperti rica dan tomat.

“Anak saya sarjana dari hasil kebun kelapa. Bisa dibilang tanpa kelapa, keluarga saya tidak bisa berbuat apa-apa. Kami bergantung hidup di tanaman ini,” kata Abubakar.

Namun belakangan, semenjak kehadiran perkebunan sawit di Halmahera Selatan, kebiasaan berkebun kelapa warga Desa Gane Dalam, pelan-pelan berangsur mulai berkurang. Sebagian warga desa dan anak muda memilih bekerja sebagai buruh harian perusahaan. Tak sedikit warga desa yang tak lagi memiliki lahan perkebunan lantaran sudah menjualnya pada perusahaan sawit. Ada pula yang pindah lokasi berkebun di pulau berbeda dan meninggalkan kampung untuk menetap di Kota seperti Kota Ternate.

Menurut Rasyid, salah satu warga Desa Gane Dalam, kehadiran perkebunan sawit di Gane, telah banyak mengubah tatanan sosial ekonomi masyarakat. Banyak warga yang dulunya berprofesi petani dan nelayan mulai beralih menjadi buruh harian perusahaan.

Penghasilan bulanan yang pasti, menjadi alasan warga desa terutama anak muda untuk memilih bekerja sebagai buruh ketimbang menjadi petani kelapa. Belum lagi kehadiran perusahaan tambang di beberapa daerah di Maluku Utara, semakin membuat banyak anak muda yang tak lagi bekerja sebagai petani kopra..

“Jangan kaget kalau kondisi sekarang banyak petani kelapa di gane usia tua. Kondisi ini karena memang sudah sedikit anak muda yang mau jadi petani kelapa,”ujar Rasyid.

Faktor lain yang membuat yang membuat banyak warga enggan menjadi petani kelapa adalah terus menurunya hasil perkebunan kelapa lima tahun terakhir. Banyak tanaman kelapa di wilayah Gane yang mati akibat diserang hama serangga sejak perkebunan sawit dibuka. Hama memakan daun hingga buah kelapa muda dan membuat pohon menyisakan batang. Tak ada lagi daun atau buah. Pohon kelapa dalam beberapa minggu langsung mati. Serangan hama sangat cepat.

“Dulu kondisi seperti ini jarang sekali terjadi. Tapi sekarang banyak, dan merata hampir semua desa. Kondisi ini juga yang membuat banyak orang malas menjadi petani, penghasilannya makin tidak tetap,”ujar Rasyid.

Badan Pusat Statistik mencatat, hingga 2021 masih ada 4 ribu warga di wilayah Gane, Halmahera Selatan yang aktif bekerja sebagai petani kopra. Meski jumlahnya terus menurun lima tahun terakhir, namun produksi kelapa di daerah ini masih tergolong tinggi.

Potensi kelapa di wilayah Gane mencapai 15 ribu ton per tahun dengan luas areal 7 ribu hektar. Produksinya diolah secara mandiri masyarakat lokal. Di Maluku Utara sendiri luas perkebunan yang dikelola masyarakat mencapai 312.193 hektar dan perkebunan swasta seperti sawit mencapai 11 ribu hektar.


Luas perkebunan sawit dan kelapa di Halmahera Selatan. Tabel oleh Barta1. Indonesia, 2022.

Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Halmahera Selatan sendiri dimulai, saat Pemerintah memberikan izin pelepasan kawasan hutan untuk PT Gelora Mandiri Membangun (GMM) pada 2012. Perusahaan itu diberikan lampu hijau membuka perkebunan sawit pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 11 ribu hektar atau setara dua kali luas Pulau Ternate.

PT Gelora Mandiri Membangun (GMM) bahkan sudah memperoleh hak guna usaha atas tanah pada 2016 yang meliputi 8 ribu hektar di Kecamatan Gane Barat Selatan, Gane Timur Selatan dan Kepulauan Joronga. Dari luasan itu, PT Gelora Mandiri Membangun telah membuka lahan kurang lebih 1.500 hektar termasuk 500 hektare yang diperuntukan untuk camp karyawan dan lahan pembibitan.

Dari data yang dihimpun, PT Gelora Mandiri Membangun merupakan anak usaha grup Korindo- perusahaan milik konglomerat sawit swasta asal Korea Selatan, Eun-Ho Seung. Konglomerasi perusahaan sawit ini beroperasi di wilayah Maluku, Halmahera, Papua dan Kalimantan. Di Papua, luas lahan kawasan hutan yang dikuasai Korindo mencapai 57 ribu hektare atau hampir seluas Ibu Kota DKI Jakarta.

Laporan investigasi, hasil kolaborasi Rainforest Action Network, TuK-INDONESIA, Walhi, dan Profundo, mendapati Korindo-induk perusahaan dari PT Gelora Mandiri Membangun- menjadi salah satu perusahaan pembalakan dan kayu lapis terbesar di Indonesia. Entitas bisnisnya terdaftar setidaknya di tujuh negara, dimana sebagian besar pembiayaan dan kepemilikannya terpusat pada entitas Korindo yang terdaftar di British Virgin Islands (BVI).

Saat ini, PT Gelora Mandiri Membangun menguatkan usaha investasinya di wilayah Gane, Halmahera Selatan dengan membangun pabrik pengolahan sawit yang dimulai dengan melakukan pembukaan lahan dilanjutkan dengan penanaman sawit sejak 2014.

Dalam pengembangan usahanya di Halmahera Selatan, perusahaan sawit ini masih dalam tahap investasi, dan belum ada produksi. Perusahaan baru saja menyelesaikan melakukan land clearing dari 2013 sampai dengan 2017 dan dilanjutkan dengan penanaman mulai 2013. Luas lahan yang telah dibuka sekitar 11 ribu hektar. Saat ini ada sekitar 500 orang petugas lapangan yang merawat perkebunan sawit ini.

Perkebunan sawit di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 9.4 juta hektar , dimana ekspansi sawit yang paling besar terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Setiap tahun diperkirakan ada sekitar 600 ribu hektar lahan baru di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua Barat dan pulau-pulau kecil seperti Siberut, Halmahera dan Yamdena dibuka untuk perkebunan sawit.

Faisal Rautela, Direktur Walhi Maluku Utara mengatakan, sejak perusahaan sawit beroperasi di wilayah Gane, Halmahera Selatan banyak persoalan sosial ekologis yang muncul di masyarakat, seperti masalah konflik agraria tumpang tindih tata kelola lahan perkebunan dan laju deforestasi akibat pembukaan hutan untuk sawit. Ada 8 desa di wilayah yang terancam hilang kawasan perkebunan kelapa jika perusahaan sawit merealisasikan seluruh konsesinya di dua kecamatan itu.

Pembukaan lahan hutan dan perkebunan sawit di daratan yang dilakukan sejak tahun 2012 hingga 2017 juga sangat berdampak terhadap keseimbangan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove. Sedimentasi hasil pembukaan hutan menutup bukaan kawasan mangrove dan membuat keruh sungai. Perkebunan sawit berkontribusi terhadap hilangnya mata pencaharian masyarakat nelayan dan petani.

Dari aspek sosial, kehadiran sawit juga sering menyebabkan konflik sosial antar masyarakat desa. Warga desa terpecah. Ada yang mendukung sawit ada juga yang tidak. Apalagi jika berhubungan dengan ganti rugi lahan, konflik akan makin meruncing. “Antar saudara kandung pun bisa berkelahi gara-gara ganti rugi lahan untuk perkebunan sawit, ”ujar Faisal.


Perkebunan sawit di Mauluku Utara. Foto oleh Budi Nurgianto/Barta1. Indonesia, 2022.

Aziz Hasyim dalam penelitiannya tentang “analisis konflik penguasaan sumber daya alam, studi kasus konflik perkebunan sawit di Halmahera Selatan” mendapati keberadaan sawit di Halmahera Selatan kerap menyebabkan konflik perencanaan ruang akibat dari rendahnya kemampuan lahan.

Daya dukung lahan di wilayah Gane, Halmahera Selatan yang didominasi lahan dengan kemampuan kelas tujuh sesungguhnya merupakan jenis lahan yang hanya cocok diperuntukkan untuk vegetasi alami dan padang rumput. Lahan di wilayah Gane, tidak sesuai untuk perkebunan atau lahan pertanian.

Temuan lain adalah tumpang tindih antara wilayah perizinan dan wilayah perkebunan rakyat. Areal izin konsesi perkebunan sawit yang diberikan pemerintah didalamnya ternyata termasuk kebun milik masyarakat. Akibatnya tumpang tindih wilayah perizinan inilah yang kerap memicu terjadinya konflik perusahaan dan masyarakat.

Kendati demikian dari sisi perencanaan pola ruang pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Selatan, wilayah konsesi perkebunan sawit sudah sesuai dengan peruntukkan wilayah, yakni sebagai kawasan perkebunan. Tetapi, status kawasan berbeda dengan izin dari kementrian kehutanan yang menyebutkan bahwa pelepasan sebagian kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk konsesi perkebunan kelapa sawit.

Muhammad Thamrin, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Halmahera Selatan mengatakan, kawasan Gane berdasarkan dokumen RTRW memang diperuntukan untuk kawasan perkebunan. Pemerintah Halmahera Selatan menjadikan wilayah Gane sebagai kawasan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor perkebunan.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan sedang mencoba menginisiasi investasi perkebunan sawit di wilayah Gane bisa memberikan dampak positif skala besar, tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga soal kesejahteraan. “Inilah yang sedang kami gagas. Kami berharap kehadiran investasi apapun bisa memberikan kontribusi untuk daerah,”kata Thamrin.

Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, bahkan meminta masyarakat dan Pemerintah Kabupaten di Maluku Utara untuk mendukung kehadiran investasi sawit di Halmahera Selatan. Pemerintah Provinsi menilai, kehadiran investasi sawit di Halmahera Selatan tersebut akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka pengangguran dan menyerap kurang lebih 1800 tenaga kerja dan mayoritas merupakan tenaga kerja lokal.

“Saya sudah minta bupati untuk menindaklanjutinya. Saya berharap tidak ada bupati yang mempersulit izin untuk investor,,”ujar Gani Kasuba.

Sementara PT Gelora Mandiri Membangun mengaku mengembangkan perkebunan sawit dengan hanya memanfaatkan lahan untuk kelapa sawit yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan mengoperasikan divisi minyak sawit sesuai dengan pedoman Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Perusahaan ini pun mengklaim telah memberikan konsesi keuangan yang signifikan kepada masyarakat lokal, serta mendanai perawatan kesehatan dan pendidikan lokal. Mempekerjakan sejumlah besar penduduk lokal.

Pihaknya juga melakukan penilaian mandiri HCV (High Conservation Value) dan HCS (High carbon stock) di seluruh konsesi lahan kelapa sawitnya.

Penilaian lapangan dilakukan selama beberapa bulan oleh penilai pihak ketiga independen yang disetujui oleh badan global yang bertanggung jawab. “Untuk itu kami mengumumkan melakukan moratorium sampai hasil penilaian mandiri kami dipublikasikan di situs web kami dan juga berjanji untuk setia mengikuti proses tinjauan kualitas NKT dan SKT,” dalam siaran elektroniknya. (*)

RELATED CONTENT