A population of rare ornamental birds called the Gray Bentet (Lanius schach), commonly known as Cendet, still exists in the Petungkriyono Forest. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020.
Pekalongan, IDN Times - Hutan hujan tropis Petungkriyono masih berada dalam satu bentang Pegunungan Dieng. Letaknya secara administratif ada di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 500-1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Hutan yang pengelolaannya dibawah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perum Perhutani Pekalongan Timur melalui Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Doro itu menjadi satu-satunya hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa saat ini. Berdasarkan data Perhutani per November 2020, luas hutan Petungkriyono mencapai 5.847,29 hektare (ha).
Keanekaragaman hayati di hutan tersebut masih terjaga meskipun berada di luar kawasan konservasi. Ekologi hutan Petungkriyono memberikan manfaat tidak hanya bagi flora maupun fauna sekitar, namun juga manusia dan lingkungan.
IDN Times secara khusus mengabadikan sejumlah flora fauna yang terdapat di hutan tersebut dalam 12 potretnya di bawah ini.
Satwa langka dan dilindungi, Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) menjadi tanda bahwa spesies lain dalam satu rantai makanan masih terjaga di hutan tersebut. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020 Hutan Petungkriyono yang terletak di dataran rendah turut habitat burung Julang Emas (Aceros undulatus). Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Sejumlah primata langka dan dilindungi juga ada di hutan tersebut. Seperti Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Di hutan hujan tropis itu ada Surili Jawa atau dalam bahasa lokal dijuluki Rekrekan (Presbytis comata). International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam kategori Endangered (EN) karena populasinya terus menurun. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Jumlah Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sekitar 3.000 ekor di Hutan Petungkriyono. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Terakhir ada Owa Jawa (Hylobates moloch) yang juga masuk Endangered (E) oleh IUCN. Pernah juga berstatus Critically Endangered (CR) atau kritis pada 1996 dan 2000. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Kemunculan banyak Capung saat pagi hari seperti jenis Euphaea variegata ini menjadi tanda bahwa udara di hutan tersebut masih bersih dan sehat. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Ada pula Laba-Laba yang berperan mengendalikan populasi serangga serta invertebrata lainnya agar ekosistem di hutan tersebut tetap stabil. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Selain satwa, juga terdapat spesies epifit, terestrial, paku-pakuan, dan pohon yang mampu menjaga tata air dan kesuburan tanah. Seperti Paku Pohon atau Paku Tiang (Cyathea contaminans) ini. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Termasuk ada tumbuhan Liana yang hidup dengan menumpang pada pohon sebagai penopang untuk mendapatkan sinar Matahari. Liana bukan tumbuhan parasit. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020. Bunga-bunga hias seperti Impatiens flaccida ini turut tumbuh alami dan banyak terdapat di Hutan Petungkriyono. Image by Dhana Kencana/IDN Times. Indonesia, 2020.
Selain keanekaragaman hayati yang terjaga, iklim di hutan tersebut juga stabil. Tetap sejuk secara mikro dan makro ditengah perubahan iklim yang terjadi secara masif. Curah hujan dan kelembapan juga relatif tinggi dengan intensitas curah hujannya mencapai dari 34,8 milimeter per hari.
Masyarakat desa setempat mempunyai peran utama dalam menjaga hutan dengan segala isinya karena kelestariannya penting bagi kehidupan mereka. Di antaranya keterjagaan air serta dengan kerapatan pohon hutan yang lestari mampu mengantisipasi bencana hidrometeorologi, seperti erosi dan banjir. Yuk, jaga hutan!
Liputan ini didukung Pulitzer Center melalui program Rainforest Journalism Fund.