WHERE WE REPORT


Translate page with Google

Story Publication logo August 3, 2022

Deforestation Eroding Wild Bee Habitat and Sialang Honey Bee Production in Nagari Latang

Country:

Author:
Bee Keeper in Indonesia
English

Apis dorsata, the giant honey bee, plays a vital role in ecosystem continuity and pollination of...

SECTIONS

Batu Sialang di Nagari Latang. Foto oleh Yethendra BP. Indonesia, 2022.

Lebah hutan berperan vital bagi ekosistem dan penyerbukan vegetasi hutan hujan tropis, perawat keanekaragaman hayati. Madunya bermanfaat bagi kesehatan manusia dan bernilai ekonomis. Lebah hutan disebut juga dengan lebah liar, lebah sialang, atau Apis dorsata.

Namun, deforestasi menggerus habitat lebah hutan dan produksi madu sialang. Hal itu dialami petani madu sialang tradisional di Kelompok Tani Hutan (KTH) Ingin Maju Nagari Latang, Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.


KTH Ingin Maju Jon Aprizal dengan Madu Sialang Siap Dipasarkan. Foto oleh Yethendra BP. Indonesia, 2022.

Pengakuan Ketua KTH Ingin Maju Jon Aprizal, dalam dua tahun terakhir ini sulit mendapatkan dua setengah ton madu sialang di Nagari Latang. Padahal tahun 2015-2017, saat panen raya bisa meraih 4 ton dan 6 ton per tahun.

"Dua tahun terakhir ini produksi madu sialang di Nagari Latang jauh menurun, karena eksploitasi hutan, seperti pembukaan lahan untuk peladangan. Kemudian faktor cuaca (perubahan iklim), tahun kemarin bunga durian banyak yang tidak jadi buah," kata Jon Aprizal (55 tahun), Kamis (9/6/2022).


Como una organización periodística sin fines de lucro, dependemos de su apoyo para financiar el periodismo que cubre temas poco difundidos en todo el mundo. Done cualquier valor hoy y conviértase en un Campeón del Centro Pulitzer recibiendo beneficios exclusivos.


Saat ini lebah hutan bersarang di empat tebing cadas di Nagari Latang. Pohon dan batu yang dijadikan sarang oleh Apis dorsata itu disebut sialang.

Apis dorsata biasanya membuat sarang di cekungan tebing cadas dan dahan pohon yang bergetah atau licin yang berdiamater besar dan tinggi. Sisiran sarangnya mencapai 2x1 meter, dan ketinggiannya berkisar 20-50 meter dari permukaan tanah.

Usai migrasi di waktu tertentu, Apis dorsata cenderung kembali menyusun sarang di tempat yang sama. Meski begitu, Apis dorsata yang liar tidak bisa dibudidayakan sebagaimana Apis cerana. Pakannya dari nektar bunga-bunga di hutan.

"Dulu ada tujuh pohon sialang di Nagari Latang. Kini tinggal dua pohon sialang, jenis pohonnya jolombu (rengas). Dalam dua tahun terakhir ini, tidak ada lebah hutan bersarang di pohon itu," kata Jon Aprizal yang juga Wali Nagari Latang.

Pohon sialang itu tidak ditebang, tapi akibat pembukaan lahan untuk peladangan, ia pun tumbang. Sebab tidak ada pohon penunjang di sekitarnya, angin menerpanya lebih kencang.

"Pohon sialang dan batu sialang adalah milik bersama di Nagari Latang. Meski itu terletak di ladang salah satu warga, tidak bisa diklaim milik individu. Pernah ada yang mengklaim milik individu, pohonnya roboh," tutur Jon Aprizal.

Panen madu sialang di Nagari Latang biasanya dilakukan pada Mei dan panen raya pada Oktober-November.

"Kalau lagi musimnya, puluhan sarangnya di batu sialang maupun di pohon sialang. Beberapa tahun yang lalu, satu sarang bisa menghasilkan 7 sampai 11 kilogram madu. Sekarang susah mendapatkan 2 kilogram madu," keluh Jon Aprizal.

Petani madu sialang disebut tukang sialang di Nagari Latang, memanen dengan sistem tradisional. Itu dilakukan di malam hari dan saat bulan gelap. Bila panen madu di pohon sialang, dibuat tangga kayu atau tonggak lie (satu) yang dirapatkan ke pohon dan diberi anak tangga. Bila panennya di batu sialang, tangga dibuat dari buluh. Perkakas lainnya adalah ember dan tali tambang plastik nomor enam—biasa juga digunakan untuk pengikat sapi.

Satu rombongan petani madu sialang berjumlah sepuluh sampai dua puluh orang. Terdiri dari pawang, tukang dendang, dua tukang panjat, dan selebihnya pekerja. Tukang panjat naik tanpa alat pengaman diri, seperti pakaian khusus, hanya berbekal keberanian dan keahlian secara alami.

Sementara itu, pawang merapalkan mantera yang menebalkan keyakinan tukang panjat menyelesaikan tugas. Dan tukang dendang melantunkan pantun, iramanya seperti Dendang Malalak atau bailau, untuk menjinakkan lebah hutan di sarangnya.

Sampai di sarang lebah, dilakukan pengasapan menggunakan sabut kelapa yang dibakar. Biasanya, dalam satu malam bisa dipanen hingga 80 sarang lebah.

Namun, kata Jon Aprizal, sejak tahun 2010 penggunaan pawang dan tukang dendang tidak harus dilakukan. Kadang, panen dilakukan berbekal keberanian dan keahlian tukang panjat dan pekerja.

Setelah panen, madu sialang yang berkadar air 24-28 persen itu diolah di mesin pengurangan kadar air model AHDT P1-R90 milik KTH Ingin Maju. Di mesin berkapasitas 210-240 kilogram madu itu, kadar air dikurangi hingga 20 persen. Prosesnya berdurasi 40-60 jam. Kemudian madu sialang dikemas ke dalam botol plastik seperempat kilogram, jerigen plastik setengah kilogram dan satu kilogram. Lalu dipasarkan di wilayah Sumatra Barat, Jambi, Riau, dan bahkan dijual secara online di marketplace.

Mesin pengurangan kadar air itu merupakan bantuan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sijunjung tahun 2015—kini berganti jadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Sijunjung, merupakan salah satu Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) yang berada di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat.

KTH Ingin Maju dibentuk tahun 2010. Anggotanya umumnya adalah tukang sialang. Saat itu ada program pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sijunjung.

"Dua tahun ini, mesin pengurangan kadar air tidak difungsikan lagi, karena pasokan madu sialang berkurang drastis," terang Jon Aprizal.

Jon Aprizal mengatakan menurunnya produksi madu sialang tidak hanya terjadi di Nagari Latang, tapi juga di nagari lain di Kabupaten Sijunjung. Tahun 2016, ia bersama petugas KPHL Sijunjung menverifikasi atau mendata madu sialang yang diambil. Ada 131 batu sialang dan pohon sialang di Kabupaten Sijunjung. Namun saat ini mungkin tinggal 30 persen.

"Seperti pohon sialang jenis meranti di Nagari Silokek, Kecamatan Sijunjung, kini sudah tak ada lagi," ujarnya.

Dampak Deforestasi

Menurut Dr. Jasmi, M.Si. (58 tahun) yang meneliti lebah sialang sejak tahun 1995, alih fungsi lahan dari hutan jadi perkebunan dan permukiman, ataupun pembalakan liar, mengubah habitat alami Apis dorsata. Sehingga terjadi penurunan habitat dan produksi madu sialang.

Ada dua kelompok lebah sialang, yaitu agregasi (koloni) dan soliter (sendiri). Yang mengalami permasalahan sekarang terkait habitatnya adalah agregasi.

"Lebah tidak pernah salah menghasilkan madu, tapi faktor lingkungan mempengaruhinya," ujar Dr. Jasmi, alumnus Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Senin (4/7/2022).

Dr. Jasmi juga mengungkapkan, tahun 1980-1990 pernah satu pohon sialang mencapai 200-250 koloni atau sarang di Kabupaten Pasaman dan Sijunjung. Karena deforestasi, koloni tersebut jauh menyusut kini.


Alih Fungsi Lahan Jadi Perkebunan di Kecamatan Lubuk Tarok. Foto oleh Yethendra BP. Indonesia, 2022.

Pada tahun 1990-an, Nagari Inderapura di Kabupaten Pesisir Selatan merupakan daerah penghasil madu sialang terbesar di Sumatra Barat. Namun, alih fungsi hutan jadi kebun kelapa sawit membuat daerah tersebut tidak lagi jadi penghasil madu sialang terbesar. Bunga kelapa sawit tidak bisa jadi pakan Apis dorsata, karena tidak memiliki nektar.

Di wilayah yang anginnya kencang selain merusak sarang, Apis dorsata juga sulit kembali ke situ. Itu terjadi di peladangan yang baru dibuka.

"Saat ini belum ada regulasi melindungi habitat lebah hutan. Semestinya pemerintah membuat legal formalnya. Selain itu, perlu menggunakan hukum adat untuk melindungi pohon sialang. Pohon untuk mencapai diameter 10 centimeter saja butuh 4 tahun. Dan memulihkan hutan butuh ratusan tahun," kata Dr. Jasmi.

Terangnya, ada sekitar tiga puluh jenis pohon sialang seperti terap (Artocarpus odoratissimus), meranti (Shorea), beringin (Ficus benjamina), rengas (Gluta aptera), kapuk (Ceiba pentandra), dan lainnya. Lebah sialang agregasi umumnya bersarang di pohon diameter lebih dari 50 centimeter dan tingginya lebih dari 40 meter, dengan sistem cabang yang beragam.

"Pohon yang dipilih bersarang oleh Apis dorsata adalah pohon besar dan licin agar tidak mudah dipanjat beruang pemangsa madu. Sumber pakannya di hutan, yang menyediakan sumber makanan yang banyak," ungkap Dr. Jasmi.


Luas Nagari Latang 20,80 kilometer persegi, atau 11,09 persen dari luas wilayah Kecamatan Lubuk Tarok—seluas 19.233 hektare. Jarak dari kantor wali nagari ke ibukota kecamatanadalah 18 kilometer, ke ibukota kabupaten adalah 29 kilometer, dan ke ibukota provinsi adalah 151 kilometer.

Kecamatan Lubuk Tarok memiliki ketinggian berkisar antara 124-580 mdpl. Ketinggian Nagari latang 390 mdpl. Suhu rata-rata berkisar antara 24-32 C. Dari ketinggian dan suhu tersebut cocok untuk habitat Apis dorsata.


Analisis Citra Sentinel-2. Foto oleh KKI Warsi. Indonesia, 2022.

Luas kawasan hutan di Nagari Latang adalah 430 hektare. Terdiri dari hutan produksi tetap 250 hektare dan hutan terbatas 150 hektare. Luas persawahan 150 hektare dan luas perkebunan 550 hektare. Nagari yang dilingkung bukit barisan ini dihuni 1.287 jiwa pada Mei 2022.

"Hutan sebenar hutan, tidak ada lagi di Nagari Latang. Tinggal hutan administratif saja," ungkap Jon Aprizal yang menjabat Wali Nagari Latang selama tiga periode.

Bagi Jon Aprizal yang pernah pula jadi tukang sialang pada tahun 1986-2002, menyebut hutan sebenar hutan adalah yang memiliki keanekaragaman hayati. Sebab ia pernah memasuki rimbo sansai (hutan lebat) mencari madu sialang di Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, dan Solok.

"Penebangan kayu untuk industri ataupun pembalakan liar terjadi tahun 1990 ke bawah di Nagari Latang. Sekarang itu tak ada lagi. Kayu yang besar sudah jarang. Sejak tahun 2018 marak pembukaan ladang baru," kata Jon Aprizal.

Menurut Jon Aprizal, Apis dorsata mencari pakan hingga jarak 8 kilometer horizontal (terbang lurus). Sedangkan menurut Dr. Jasmi, jarak efektif Apis dorsata mencari pakan hingga 5 kilometer, sebab semakin jauh lebah pekerja mencari makan akan mengurangi madu yang dihasilkan.

Dengan demikian, jika ketersediaan pakan kurang di Nagari Latang, Apis dorsata bakal mencari ke wilayah lain. Dan di waktu tertentu, lebah liar ini juga migrasi hingga ratusan kilometer.

Tidak hanya di Nagari Latang, deforestasi terjadi di nagari lain di Kecamatan Lubuk Tarok. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sijunjung, kawasan hutan di Kecamatan Lubuk Tarok mengalami penyusutan. Pada tahun 2015 luas kawasan hutan adalah 7.208,50 hektare, terdiri dari hutan lindung 5.109,20 hektare dan hutan produksi 2.099,30 hektare. Pada tahun 2021 luas kawasan hutan adalah 6.825,19 hektare, terdiri dari hutan lindung 4.786,55 hektare dan hutan produksi 2.038,64 hektare.

Luas kebun kelapa sawit naik dan karet sedikit turun. Pada tahun 2015 luas kebun kelapa sawit 279 hektare dan karet 2.307 hektare. Pada tahun 2021 luas kebun kelapa sawit 336 hektare dan karet 2.302 hektare.

Sementara itu, Analisis Citra Sentinel-2 dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, luas tutupan hutan di Kecamatan Lubuk Tarok tahun 2017 lebih kurang 3.370 hektare dan tahun 2021 lebih kurang 3.095 hektare.

Alih fungsi hutan jadi perkebunan oleh masyarakat terus berlangsung. Sebagaimana pembukaan lahan untuk kebun serai wangi seluas 40 hektare di Nagari Lubuk Tarok pada tahun 2019, yang berbatasan dengan Nagari Latang.

Selain itu, beroperasi puluhan sawmill (usaha pengolahan kayu) di Kecamatan Lubuk Tarok. Pasokannya berasal dari pohon besar di hutan kecamatan tersebut dan sekitarnya—seperti dari hutan di Nagari Sariak Laweh, Kabupaten Solok. Meranti termasuk kayu yang dipasok itu, dan merupakan salah satu jenis pohon sialang.

"Di Kecamatan Lubuk Tarok, Sawmill UD IDK yang memiliki izin dari Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah III Pekanbaru. Itu resmi dari negara. Sementara izin sawmill yang lain, saya kurang tahu," kata Kepala KPHL Sijunjung Yandesman, Rabu (29/6/2022).

Yandesman menuturkan pula saat ini KPHL Sijunjung belum memiliki program konservasi lebah hutan dan madu sialang. Mereka sedang membudidayakan madu galo-galo (Apis trigona), karena lagi tren.

Apis Dorsata, Perawat Keanekaragaman Hayati

Apis dorsata atau lebah madu raksasa berkembang di kawasan sub-tropis dan tropis Asia. Di Indonesia, Apis dorsata bisa ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara.


Koloni Lebah Hutan di Batu Sialang Nagari Latang. Foto oleh Yethendra BP. Indonesia, 2022.

Penuturan Dr. Jasmi, sebutan orang Minangkabau (etnis mayoritas di Sumatra Barat) kepada Apis dorsata adalah lebah tandang karena berpindah-pindah dan lebah kabau karena ukurannya besar.

Disebut lebah sialang, cenderung bersarang di pohon dan batu, karena musuhnya elang. Lebah hutan yang bersarang di cekungan tebing cadas itu untuk menghindari elang. Yang bersarang di pohon yang licin untuk menghindari beruang.

Sarang lebah hutan dibangun satu sisir, terdiri 15.000-20.000 lebah pekerja, lebah ratu, lebah anak, dan pejantan.

"Mengutip dari Filsuf Aristoteles, lebah mati manusia akan punah. Jika kita analisis, lebih 80 persen tumbuhan membutuhkan polinator atau penyerbukan, mengawinkan bunga jantan dan bunga betina. Lebah adalah polinator yang unggul. Proses penyerbukan oleh lebah tidak ternilai. Di Eropa petani sudah merental lebah (Apis mellifera) untuk penyerbukan, penghasilannya lebih besar dari madu," kata Dr. Jasmi yang juga Dosen STIKES Indonesia Padang.


Apis dorsata di Sarang Usai Panen. Foto oleh Yethendra BP. Indonesia, 2022.

Penyerbukan merupakan faktor penting bagi reproduksi tumbuhan. Saat mengumpulkan nektar, serbuk sari bunga menempel di lebah. Saat lebah menyambangi bunga yang lain, serbuk sari sebelumnya menempel di situ.

Apis dorsata membantu kelangsungan tumbuhan dan tumbuhan memberinya makan, menjaga kestabilan ekosistem, dan merawat keanekaragaman hayati hutan hujan tropis.

Namun, jika deforestasi terus dibiarkan, lebah mati dan tumbuhan punah, manusia pun binasa.


Liputan Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropis ini diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hujan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama dengan Pulitzer Center